PPN merupakan sumber pendapatan negara yang cukup besar dan berperan penting dalam pembangunan nasional. Dasar hukum pemberian pajak pertambahan nilai (PPN) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. . Dalam peraturan perundang-undangan, Pajak Pertambahan Nilai didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan kepada Wajib Pajak atas setiap penyerahan Barang kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) pada proses pendistribusian dari produsen ke konsumen. Tidak seperti pajak kendaraan yang merupakan pajak langsung dan pajak dibebankan kepada pemilik kendaraan, pembebanan pajak di PPN dibebankan kepada pihak lain yang nantinya akan memotong/memungut PPN, sehingga konsumen akhir tidak menyetor langsung pajak ke kas negara.
Pada 1 April tahun 2022, terdapat kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11%. Beberapa barang yang sebelumnya tidak dikenakan PPN kemudian menjadi daftar barang yang dikenakan PPN. Seperti beras, gula, garam, minyak goreng, susu, daging, telur, buah-buahan, sayuran, obat-obatan, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial, akan dikenakan PPN. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan dan mengurangi defisit anggaran.
Namun, kebijakan ini mendapat banyak kritik dari berbagai pihak, terutama masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah yang akan terbebani dengan kenaikan harga barang dan jasa kebutuhan pokok. Selain itu, kebijakan ini juga dinilai tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan kemampuan ekonomi wajib pajak. Beberapa masalah yang muncul akibat kebijakan ini antara lain:
- Menimbulkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat
- Mengganggu pertumbuhan ekonomi dan pemulihan dari dampak pandemi Covid-19
- Menyulitkan pengusaha kena pajak untuk menyesuaikan sistem administrasi dan faktur pajaknya
- Menimbulkan potensi kebocoran dan penghindaran pajak
- Menyebabkan ketimpangan sosial dan kemiskinan
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain:
- Mengevaluasi ulang daftar barang dan jasa yang dikenakan PPN, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pokok dan layanan publik
- Memberikan subsidi atau insentif bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah untuk mengurangi beban pajaknya
- Memberikan bantuan atau fasilitas bagi pengusaha kena pajak untuk menyesuaikan sistem administrasi dan faktur pajaknya
- Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran perpajakan
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan penerimaan pajak untuk kesejahteraan masyarakat
Beberapa contoh kasus yang berkaitan dengan PPN adalah:
- Sengketa mengenai penetapan tarif PPN atas barang atau jasa tertentu, misalnya apakah makanan ringan termasuk dalam kategori makanan pokok yang dikenakan tarif 0% atau bukan.
- Sengketa mengenai kewajiban membayar PPN bagi para pelaku usaha yang melakukan transaksi melalui e-commerce, terutama mengenai kriteria dan mekanisme pemungutan PPN oleh pemerintah.
- Sengketa mengenai hak kredit PPN bagi para pembeli barang atau jasa kena pajak, yaitu hak untuk mengurangi jumlah PPN yang harus dibayar dengan jumlah PPN yang telah dibayar pada tahap sebelumnya.